Paling tidak ada dua
keuntungan, jika kita melakukan bisnis secara Islami.
Pertama,
keuntungan spiritual; seseorang yang berbisnis secara Islami akan merasakan
ketenangan dan ketentraman dalam jiwanya. Karena secara tidak langsung, mereka
yang berbisnis secara Islami, yang prakteknya mengacu kepada ajaran Islam,
sedang dalam kondisi ber-dzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Dzikir dalam
artian selalu ingat dan tunduk kepada aturan dan norma bisnis yang telah
ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla. Hal ini, sesuai dengan janji
Allah, ala bidzikrillahi tathmainnul qulub, “perhatikanlah, dengan
mengingat dan patuh kepada Allah akan memberikan rasa ketenangan kepada hati
kita”.
Kedua, keuntungan
material; Jelasnya, seseorang yang melakukan bisnis dapat dipastikan ingin
memperoleh keuntungan secara materi. Dalam hal ini, juga terjadi bagi seseorang
yang melakukan bisnis secara Islami. Berbisnis secara Islami juga akan menambah
keuntungan dalam permodalan. Aset kekayaan kita akan bertambah banyak. Beberapa
anggapan yang kurang tepat mengenai kegiatan bisnis secara Islami perlu
diluruskan, termasuk anggapan bisnis secara Islami cenderung bersifat sosial
dan tidak mencari keuntungan.
Ada beberapa prinsip dasar yang dapat
dijadikan panduan dalam melakukan kegiatan bisnis sesuai dengan syariah Islam:
(i) larangan riba dan bunga, (ii) menyuburkan praktek jual-beli, (iii)
terhindar dari gharar dan maysir, (iv)
menggalakkan praktek zakat dan shadaqah.
Pertama, larangan
riba dan bunga; Sudah tidak ada keraguan lagi, bahwa bunga bank yang kita kenal
saat ini merupakan penjelmaan dari praktek riba yang pernah terjadi pada masa
Rasulullah Saw. Oleh karena itu, setiap aktivitas bisnis yang kita jalankan
hendaklah terhindar dari praktek riba dan bunga bank. Sudah menjadi pemahaman
kita secara umum, bahwa mempraktekkan riba atau bunga dalam kegiatan bisnis
tidak akan memberikan keuntungan atau manfaat, tetapi sebaliknya akan membawa
kita pada kondisi kemudharatan. Banyak teguran keras kepada kita untuk menjauhi
praktek riba dan bunga. Di antaranya, praktek riba dan bunga termasuk kategori
dosa besar dan pelakunya sama dengan orang yang berbuat zina.
Kedua,
menyuburkan praktek jual beli; Pintu riba sudah tertutup, sebaliknya pintu
jual-beli dibuka lebar-lebar. Ini merupakan jalan keluar yang telah dipilihkan
oleh Allah Azza wa Jalla bagi umat Islam. Perniagaan, atau
biasa disebut juga dengan jual-beli, memberikan pilihan bagi umat Islam untuk
menggiatkan praktek ini. Tetapi, perlu diingat juga bahwa tidak semua model
transaksi jual-beli diperbolehkan dalam Islam. Ada beberapa model transaksi
jual-beli yang dilarang dalam Islam, termasuk didalamnya transaksi yang tidak
memenuhi syarat dan rukun jual-beli atau jual-beli yang barangnya tidak jelas (taghrir).
Saat ini, sudah banyak berkembang model transaksi yang mengacu kepada prinsip
jual-beli, misalnya al-ba’i bi tsaman ajil, murabahah, salam dan istishna’.
Ketiga, terhindar
dari gharar dan maysir; Gharar adalah
unsur ketidakjelasan dalam transaksi, ada sesuatu yang disembunyikan. Sedangkan maysir adalah
unsur untung-untungan yang didalamnya mengandung perjudian. Prinsip ini
menegaskan kepada kita, selaku pebisnis yang terikat dengan norma Islam, harus
melepaskan setiap aktivitas bisnis dari unsur gharar dan maysir.
Artinya, dalam setiap transaksi bisnis harus jelas, baik dari sisi akad maupun
implikasi yang ditimbulkan oleh akad tersebut.
Keempat,
menggalakkan praktek zakat dan shadaqah; Nilai instrinsik yang terkandung dalam
praktek zakat dan shadaqah adalah terwujudnya praktek distribusi kekayaan yang
berkeadilan di antara umat Islam. Islam melarang keras penimbunan harta
kekayaan dan perputaran harta hanya kepada sebagian orang tertentu saja.
Sebagai solusinya, Islam men-syariat-kan praktek zakat dan shadaqah bagi
umatnya. Artinya, keuntungan bisnis yang kita peroleh bukanlah hak milik kita
semua, tetapi sebagian dari keuntungan bisnis itu ada hak saudara kita yang
lain, yang kita keluarkan melalui instrumen zakat dan shadaqah.
Komentar
Posting Komentar